Saturday, June 23, 2018

Mengenal Lebih Dekat Pahlawan dan Tokoh Muhammadiyah, Ir. Juanda



Minggir – Sebagian dari warga Muhammadiyah mungkin belum tahu bahwa Ir. Juanda yang namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di Sidoarjo Jawa Timur serta fotonya tercetak di lembaran uang lima puluh ribu. Juanda merupakan tokoh penting dalam perjuangan bangsa Indonesia. Kecintaan tokoh Muhammadiyah ini kepada NKRI tidak sebatas ucapan di bibir. Ia mewujudkannya dalam perjuangan dan pengorbanan yang nyata. Sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini bagaimana Cinta NKRI hanya menjadi retorika semata.

Ir. Djuanda (Sumber: Suara Muhammadiyah)


Untuk mengenal sosok pejuang NKRI dan Tokoh Muhammadiyah tersebut. Berikut kami salin dari tulisan di website www.muhammadiyah.or.id

Mengulik kisah hubungan Ir Djuanda dengan Muhammadiyah salah satunya yaitu dapat dibuktikan saat Ia menjabat sebagai Direktur SMA Muhammadiyah Jakarta ketika berusia 23 tahun. Selain itu, Ir Djuanda juga merupakan anak dari Kartawidjaya aktifis Muhammadiyah dari Tasikmalaya. Kartawidjaya lah yang meminta Ir Djuanda untuk mengabdi kepada Muhammadiyah.


Seperti diceritakan oleh Syukri AR, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah, Ir Djuanda yang merupakan lulusan Technische Hoge School(sekarang ITB) pernah ditawari oleh salah satu Profesor yang mengajar di Technische Hoge School untuk menjadi asistennya, namun ditolak oleh Ir Djuanda.

“Padahal saat itu Ir Djuanda akan diberi gaji sebesar 275 Golden. 275 Golden pada masa itu merupakan nominal uang yang cukup besar. Namun, Ia tolak tawaran Profesor tersebut dan lebih memilih untuk mengabdikan diri penjadi pengajar di Sekolah Muhammadiyah, saat itu bersama Maria Ulfah Santoso,” terang Syukri ketika ditemui redaksi Muhammadiyah.or.id, beberapa waktu lalu.

Di masa kepemimpinannya sebagai Direktur Sekolah Muhammadiyah, menurut Syukri, Ir Djuanda merupakan sosok yang memiliki sikap tenang, ramah, dan tidak mudah marah.

“Siswa-siswanya memandang bahwa Ir Djuanda sebagai seorang Direktur yang lemah-lembut, simpatik dan disegani. Hal itu dibuktikan Ir Djuanda untuk selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan para siswanya sehingga tidak kalah dari mutu sekolah SMA Pemerintah Belanda,” ujar Syukri.

Mulai menjelang kemerdekaan RI, Ir Djuanda aktif dalam pemerintahan, sederet jabatan di pemerintahan pun pernah dijabat oleh Ir Djuanda, diantaranya pada masa kabinet Moh. Natsir (1950) Ia diamanahkan menjadi Menteri Perhubungan. Demikian juga pada kabinet Sukiman Suwiryo (1951) dan kabinet Wilopo (1952) Ir. Djuanda tetap memegang jabatan Menteri Perhubungan hingga tahun 1953.

 Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo I (1953) dan kabinet Burhanuddin Harahap (1955) Ir. Djuanda tidak duduk dalam kabinet, selama tiga tahun. Ia muncul kembali sebagai Menteri Negara Urusan Perencanaan pada kabinet Ali Sastroamijoyo II pada tahun 1957.Dan Selama tahun 1953 – 1956, Ir.Djuanda menjadi Direktur Biro Perancang Negara, yang menitikberatkan perencanaan pembangunan pertanian, irigasi, jalan, pelabuhan dan infra stuktur lainnya.

“Selain itu, Ir Djuanda juga mencanangkan Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957, yaitu dengan mengintegrasikan seluruh wilayah kepulauan dan laut yang menjadi wilayah teritorial Indonesia,” terang Syukri.


Jika dilihat dari sederet prestasi dan pengabdian yang telah diberikan Ir Djuanda kepada bangsa Indonesia, Syukri menilai sudah menjadi hal yang wajar jika Ir Djuanda dinobatkan sebagai Pahlawan sesuai dengan SK Presiden No. 244 tahun 196, dan saat ini Ir Djuanda telah menjadi salah satu tokoh pahlawan dari Muhammadiyah yang terpampang di uang rupiah.

“Ir Djuanda berhasil karena prestasi dan daya juangnya yang tinggi bagi bangsa ini, sehingga sudah menjadi sangat wajar jika pemerintah saat ini memberikan penghormatan atas jasa Ir Djuanda dengan menjadikannya tokoh pahlawan dan simbol mata uang rupiah saat ini, dan Muhammadiyah patut bangga akan hal tersebut,” terang Syukri. (ed)

Sebelumnya
Berikutnya

Penulis:

0 comments: