Monday, January 22, 2018

Sang Negari

" SANG NEGARI "
Catatan kecil.  Sabtu,  20 Januari 2018
----------------------



Maafkan saya....
Yang tidak punya cukup referensi dan teori,  sehingga saya "gagal paham" memaknai, apakah kita : "belum, sedang atau sudah makmur" hidup di negari  yang kaya raya ini ?

Tapi tunggu dulu..
Diam - diam saya berfikir amat dalam. Merenung.

Jangan - jangan, saya salah memahami.
Jangan - jangan, Nusantara ini memang sudah tidak lagi subur makmur.
Jangan - jangan, negari yang katanya "gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo ", hanyalah untaian kata mutiara.  Yang hanya ada di lakon cerita wayang semata.

Slogan yang sengaja disuapkan,  supaya kita terlena :
"Tak perlulah kalian kerja keras, karena kalian sudah kaya raya !!!
Semua sudah tersedia !!!
Tinggal lempar !!!
Dan lihat, tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman !!!.

Jangan - jangan,  isi perut bumi ibu pertiwi ini, sudah bukan milik kita lagi.  Tergadai dan sudah kepunyaan orang lain. 
Dan jangan - jangan, negeri zamrut katulistiwa ini sudah sedemikian miskin.  Sehingga kita sudah tidak punya lagi rasa percaya diri. 

Maafkan saya...
Yang tidak punya cukup analisa, apalagi memahami.  Karena yang saya tahu, hanya hal yang sangat sederhana. 

Yang saya pahami, hanya matematika biasa.   Bahwa, 1 + 1 = 2. (titik).

Saya  tak mengerti...
Bahwa ternyata,  1 + 1 tidak = 2

atau ...
Bahwa, 1 + 1 tidak selalu = 2

atau ...
Bahwa, 1 + 1 = 2 (tapi belum titik). 
Masih ada "koma", "tanda tanya",  bahkan ada kata "jika".

Saya tak bisa paham.
Tak bisa mengerti.

Konon, ibu pertiwi ini negari agraris. 
Tapi yang saya lihat : berulang-ulang, beras dibeli dari manca negari.

Katanya, ibu pertiwi ini negari maritim. Yang 2/3 luas nya adalah laut,
Tapi yang saya lihat : garampun harus beli dari manca negari, yang justru gak punya laut.

Jadi...
Tolonglah saya..
Berilah saya pencerahan..
Supaya..
Saya tidak lagi "gagal paham".
-----------------------

Hari - hari ini jagat perberasan kita lagi gonjang - ganjing.   Gejolaknya, dimulai pada bulan - bulan akhir, tahun lalu.  Harga beras mulai merangkak naik.  Dan puncaknya di awal tahun ini, harga beras medium sudah nyaris 13.000 sekilo (atau, jangan - jangan ini belum puncak ?).

Gejolak belum lagi reda.  Sudah muncul lagi goro-goro baru :  rencana import beras 500.000 ton.  Justru tepat sebulan,   sebelum petani kita panen raya padi. 

Seperti halnya cabe, garam dan yang lebih baru lagi : gas melon 3 kg.  Beraspun sama.  Idem ditto.

Barang-barang tersebut bak malaikat bersayap.  Bisa menghilang dan tiba-tiba muncul kembali.  Harganya terbang mengangkasa.  Tinggi begitu rupa.

(*)
Dwi Sumartono
Sebelumnya
Berikutnya

Penulis:

0 comments: