Sunday, January 28, 2018

Dewi Sri dari Minggir


Oleh : Dwi Sumartono
MEK PCM Minggir.
Catatan kecil.  Selasa, 23 Januari 2018.
---------------------------------

Saya pernah ngobrol panjang dengan seorang koordinator lapangan sebuah perusahaan yang bergerak di pengadaan beras merah. Bukan hanya sekali.  Melainkan sampai 3 - 4 kali,  kami bertemu.



Perusahaan ini berafiliasi dengan perusahaan multi nasional :  produsen makanan, minuman, dan susu formula  : PT. Nestle.  Dia punya petani plasma (petani mitra) penanaman beras merah dan beras putih di wilayah  Sleman (Minggir dan sekitarnya).  Info yang saya dapat, luas areal plasmanya sudah mencapai 20 hektar (sekarang mungkin sudah lebih luas lagi).

Saya  tergelitik mengetahui lebih jauh.  Saya tanyakan, mengapa perusahaan sebesar itu  berani dan mau  membuka kemitraan di Sleman ?  Jawab dia : " karena kualitas beras Sleman  terbukti lebih unggul ".  Unggul dalam hal apa ?  Bahwa beras Sleman sedikit mengandung residu bahan-bahan kimia yang berbahaya.  Terutama residu dari pestisida.  Bahasa dia : beras Sleman  (termasuk beras Minggir) minim cemaran.

Nah kan !!
Ternyata kita punya keunggulan  satu lagi.  Beras kita terbukti mutunya.  Sudah diakui  oleh perusahaan multi nasional.

Perusahaan berskala multi nasional, tentu punya pertimbangan dan standar yang sangat ketat terkait dengan semua produk-produknya.  Mereka tentunya punya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tersistem dan terukur.

Tidak heran, beras kita  jadi incaran pedagang beras dari luar daerah.  Klaten, Sragen, Magelang, Brebes dan mungkin daerah yang lebih jauh lagi.  Sehingga,  sangat mungkin, beras kita juga lari keluar daerah.  Dan kemudian diklaim menjadi  beras lokal setempat.

Oleh karena itu, kalau suatu waktu, Anda pergi belanja beras Delanggu, hendaklah Anda mulai merenung : sangat boleh jadi, beras yang Anda beli, berasal dari penggilingan di sekitar Anda tinggal.  Beras itu keluar dari Minggir.  Berganti kemasan. Berubah merk.   Masuk kembali dan kemudian,  Anda beli.

Jadi, apa yang selanjutnya kita lakukan ?
Hanya cukup merasa bangga bahwa sawah kita bisa menghasilkan produk beras kualitas istimewa ?

Atau, jangan-jangan jangan kita sudah merasa nyaman.  Dengan ketidakmampu  dan ketidakmauan  kita, untuk sedikit saja berinovasi agar potensi yang terpendam itu betul-betul bisa kita nikmati bersama.

Saya berharap, semoga saja, tidak !?
(*)
Sebelumnya
Berikutnya

Penulis:

0 comments: