Catatan kecil.
--------
Saya memang sudah lama sekali tidak silaturahim dengan mereka. Kedua suami istri itu. Pak Jarwadi dan Bu Prapti.
Terakhir saya bertemu dengan Bu Prapti (mungkin) setahun lalu. Memenuhi undangan bapak Drs. H. Sardjono (Camat Godean). Di kediaman beliau. Di dusun Sumber, Sendangmulyo.
Bu Prapti lah yang menyapa saya lebih dulu. Ternyata Bu Prapti masih ingat dengan saya. Justru sayalah yang pangling.
Setelah itu, saya sudah tidak tahu lagi bagaimana kabar beliau berdua itu.
Walaupun sebetulnya, saya sering lewat di depan Musholla Al Ikhlas. Tapi cuma lewat. Tidak pernah singgah.
Sampailah kemudian pada hari itu. Senin, 27 Juli 2020. Ketika itu, 4 hari sebelum Hari Raya Idul Adha.
Hari itu, saya dan istri berniat silaturahim dengan keluarga Bapak Suharsono. Di dusun Ngenthak, Sendangmulyo.
Rasanya juga sudah lama sekali tidak berkunjung kepada keluarga tersebut. Rumahnya tepat di samping Masjid An Nuur Ngentak, Sendangmulyo.
Dari rumah saya, jalan terdekatnya memang harus lewat Tiban. Dan siang itu, berdua kami berboncengan.
Ketika mendekati Musholla Al Ikhlas, saya mengurangi kecepatan. Sayapun sampai di depan musholla. Dengan posisi motor masih berjalan pelan, saya sempat menoleh ke kanan. Menyapu pandang ke arah bangunan musholla itu.
Tiba-tiba saya merasa ada yang aneh.
Pintu masuk musholla tertutup. Pagar besi ke pintu teras, tertutup. Pun pagar terluar, yang dekat dengan jalan, juga tertutup rapat.
Feeling saya mengatakan : musholla dan rumah sepertinya suwung.
Sayapun berlalu. Sekejap, sampailah kami di Ngentak Sendangmulyo. Kami mendapatkan sambutan dari Bapak dan Ibu Harsono. Berempat kami berbincang ringan. Hangat dan cair mengalir.
Tiba-tiba saya teringat sesuatu.
Saya tanyakan perihal Musholla Al Ikhlas Tiban itu kepada pak Harsono dan Ibu.
Betapa terkejutnya saya.
Ternyata Musholla Al Ikhlas itu sudah tutup. Rumahnya juga sudah lama suwung. Pak Jarwadi dan Bu Prapti sudah tidak tinggal di rumah itu lagi. Suami istri itu sudah kembali lagi ke Semarang. Mungkin sudah hampir setahunan.
Ketika saya tanyakan, apa sebab suami istri itu kembali lagi ke Semarang.
Pak Harsono dan Ibu bercerita panjang lebar.
Saya langsung teringat dengan tulisan saya 2 tahun lalu tentang Musholla Al Ikhlas Tiban itu.
(Baca juga : Jangan biarkan sendirian. Dan jangan dibiarkan sendiri).
Tiga hari setelah dari rumah pak Harsono, saya sengaja menyempatkan diri lewat Tiban. Sengaja saya berhenti di depan Musholla Tiban itu.
Sebenarnya saya ingin masuk ke dalam pelataran. Tapi tidak bisa. Karena pintu pagar terluarnya juga tertutup.
Saya sempatkan ambil gambar. Mata saya menyapu pandang ke semua sudut depan dan samping musholla.
Papan nama musholla Al Ikhlas yang biasa tertempel di pojok kanan dinding depan, sudah tidak terpasang. Sudah dicopot.
Pintu toilet dan tempat wudhu sengaja dipasangi bambu menyilang. Tanda bahwa sudah lama tak terpakai. Mungkin juga menang sudah tidak boleh dipakai.
Nampak tumpukan barang berwarna putih (yang saya tidak tahu namanya), tertumpuk di samping musholla. Di sebelah Selatan.
Sekarang, musholla dan lingkungan di sekitarnya kondisinya kumuh dan tak terurus. Berjenis rumput dan aneka gulma tumbuh di sana sini.
Sungguh memprihatinkan.
Dari Pak Harsono, saya dapat penjelasan. Bahwa, ujian yang dialami pak Jarwadi dan Bu Prapti sangat berat. Beban ujian itu begitu memukul. Sampai-sampai mungkin mereka belum mampu menghadapinya.
Ujian yang mereka hadapi bertubi - tubi. Tekanan terberat justru datang dari dalam. Dari orang-orang terdekatnya.
Saya bisa membayangkan betapa ambyar perasaan suami istri itu. Tercampak di kampung halamannya. Terpukul di usia yang sudah tidak lagi muda. Justru ketika berketetapan hati, memilih Islam sebagai pegangan hidup.
Pikiran saya melayang. Mengingat kembali perbincangan kami bertiga di dalam Musholla Al Ikhlas itu. Lebih 2 tahun lalu.
Pak Jarwadi dan Bu Prapti maafkan saya. Karena baru mengetahui berita tentang panjenengan berdua.
Teriring doa, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan, kesabaran, keihlasan kepada panjenengan sekeluarga.
Aamiin.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji ? (Al Ankabut [29]: 2 ).
(**)
0 comments: